Thursday, June 26, 2014

The Woman who has the Purest Smile Ever

"Budhe belum tua kok udah pakai gigi palsu?" kata seorang adik sepupuku.
"Hahaha, budhe dulu giginya copot pas babaran (ngelahirin euy) mbak Mutia, nduk". Jawab Ibuk.

Percakapan sederhana itu menyentuh hatiku. Dengan sesekali diselingi gelak tawanya yang khas, Ibuk cerita sama adik sepupuku (dan juga aku yang ikut nimbrung) tentang proses keluarnya aku ke dunia ini. Aku yang dulu lahirnya setelah sepuluh bulan berlalu, aku yang ngeluarinnya (eheheh, apa ya istilahnya) susah gegara i was born as chubby-fat-ass-baby, dan perjuangan ibuk menahan sakit dengan menggertakkan gigi hingga sampai sekarang ibu harus pakai gigi palsu karena copot pada saat itu. Aku membayangkan sakitnya, well, I can't exactly imagine 'em but at least I know sakitnya gigi dan gusi dan seputarannya pas dicabut kaya apa.. Ditambah dengan sakit yang dirasakan saat berusaha mengeluarkan aku. Kemudian aku sedih, tapi juga terharu, and merasa lebih lebih (sangat) mencintai Ibuk at the same time.

Ibuk, yang akhir - akhir ini sering bersungut - sungut dan entah kenapa jadi jarang memasak. Ibuk, yang akhir - akhir ini semakin sering memarahi kami hihihi, dan Ibuk, yang selalu senyum dengan lembut tanpa dibuat - buat ketika melihat dedek bayi. Kadang aku liat foto2 selfie orang - orang (dan aku juga) itu penuh dengan fake smile yang kadang terlihat memuakkan karena effortfully dilembut2kan biar tampak manis. But my mom, no. Ibuk selalu tersenyum seperti itu. Selembut itu, selalu. Tanpa dibuat - buat.

Tapi akhir - akhir ini, kami sedikit brengsek. Kami agak jahat dengan menyepelekan perintah - perintah Ibuk, kami jadi sangat pemalas dan itu membuat Ibuk semakin jengkel. Suasana rumah yang kadang tegang ditambah dengan kami yang semakin licik berargumen hingga Ibuk semakin memilih untuk diam dan mengalah. "Yaa, yauwis, Ibuk yang salah.. maafkan ibuk ya nduk, le.." . PADAHAL IBUK GAK SALAH!! Tapi kami vrengshek sekali dengan memaksa Ibuk untuk (secara gak langsung) meminta maaf sama kami. Ibuk cuman bilangin kami, apa yang menurut Ibuk baik buat kami. Huft. Iya juga ya, ternyata kami memang jadi vrengshek. Dengan sedikit -sedikit ngeyel dan menyalahkan Ibuk kalau ada kunci ketlingsut, baju ketlingsut, dsb dsb. Sorry Mom. Kadang rasanya begitu jengkel dengan omelan - omelan Ibuk sampai aku emosi dan menutup pintu dengan kasar. Betapa durhakanya :(

Melihat senyum Ibuk (baik diam - diam dari jauh, ataupun di depanku secara langsung), adalah kebahagiaan yang gak bisa dijelaskan bahagianya kaya gimana. Senyum lembut naturalnya Ibuk itu lhooo, jadi membuatku merasa semakin bersalah mengingat kengeyelan ngeyelanku.

Ini aku mau nggarap skripsi dulu deh, karena dengan luluslah, aku bisa bahagiain Ibuk. Hanya itu yang bisa menghapus semua rasa bersalah sama Ibuk. Muahahahahahahahah.

Ini bukan postingan haru - haru loh, jadi ya maaf kalau ga bikin kamu menitikkan air mata or merinding disko or somethin else. Whatever.

By the way, I love you more than anything, Mom. Walau kadang aku lalai, lalai dalam mencintai Ibuk :'(

salam dukcekeduk.

1 comment:

  1. :( sedih juga bacanya...
    smga smua brjln dgn lancar..^_^

    ReplyDelete