Begitulah rinduku padamu. Membuncah dan tak terucapkan. Dengan apapun. Hanya rindu yang sederhana dan menyenangkan, bukan jenis rindu yang rumit dan menyesakkan.
Tidak mungkin kamu tak menyisakan apapun untukku. Aku tahu pasti. Aku tahu kamu. Kamu yang tak pernah bisa mengungkapkan apa yang kamu inginkan, kamu yang tak pernah bisa menolak keinginan bodohku, dan kamu yang selalu menomorsatukan teman - temanmu.
Kamu selalu seperti itu, entah dengan apa dulu Tuhan menciptakanmu, tapi yang jelas, bila Tuhan hanya memberiku jatah satu keinginan yang pasti terkabul, aku tak akan ragu lagi, tak perlu berpikir dua kali ataupun sholat istiqoroh, aku akan memintamu. Meminta untuk selalu jatuh cinta bersamamu, setiap hari. Setiap hari dengan raut muka 'acuh sekaligus diam - diam peduli'mu itu, mintalah aku untuk menguasai dunia, akan aku lakukan. Bersamamu, semua akan mungkin. Aku yakin. Bukan sekedar keyakinan karena cinta, tapi juga keyakinan bahwa selalu, dan selalu seperti itu, dengan santainya kamu bisa melakukan semua pekerjaan yang biasanya harus kulakukan dengan panik.
Ketika kita bercengkerama dan bercanda dengan posisi yang (padahal) tidak nyaman di tembok, ketika kita tersenyum dalam keheningan yang menyenangkan, dan ketika kita saling bertatapan, menunggu satu sama lain untuk memulai kecupan, mengingat semua itu membuat perutku mengalami suatu gerak peristaltik yang sering disebut - sebut dalam lirik lagu sebagai 'butterflies in my tummy'. Dan lalu menggelitikku, mengembalikanku ke alam sadar dan aku terhempas ke realitas, bahwa semuanya memang sudah berlalu.
Baru saja kamu menarikku ke sana lagi, melihatmu sekilas memanggilku, memintaku untuk tinggal barang sebentar saja, ngobrol, aku meneguhkan hati untuk terus melajukan motorku lebih kencang. Bukan karena takut tidak sanggup menahan pesonamu, namun karena aku yakin kita masih dalam perasaan dan euforia yang sama dengan saat itu. Dengan euforia yang sama saat pertama kali kamu menggandeng tanganku melewati mereka yang kau tau bakal mencibirmu, melewati halangan pertama kita. Itu, aku tidak sedih. Aku tidak pula senang sudah melihatmu sekilas, aku hanya tak ingin mengingatmu sebagai sosok yang harus berpura - pura tak peduli padaku karena kamu tidak mungkin mengkhianati apa yang sudah menjadi tanggung jawabmu, ya, disana dia, entah dimana, malaikat kecilmu sedang tertidur sambil mengisap jempolnya.
No comments:
Post a Comment